-->

Ads 720 x 90

Desa Melayani Warga


Desa-desa di kawasan perkebunan & pertambahan menghadirkan citra yg lawan asas. Ada kesan bertenaga para kepala desa yg kaya, namun institusi desa yg dipimpinnya miskin atau kurang bermanfaat buat warga . Dalam bahasa yang lain, terdapat desa tetapi nir terdapat tradisi berdesa. Desa tidak lebih hanya sebagai kampung page, loka bermukim penduduk & unit administratif belaka. Sebagai unit administratif, desa hanya menghadirkan kepala desa & perangkat desa yang menjalankan tugas-tugas administratif berdasarkan negara: membuat surat liputan, surat jalan, surat rekomendasi biar  , maupun surat warta tanah yg semua ini mengandung rente ekonomi.

Dalam desa yang miskin tradisi berdesa, perangkat desa memang nir sekadar mengejar rente ekonomi, tetapi jua melayani kebutuhan sosial rakyat. Namun pelayanan yg paling menonjol merupakan menjadi ?Pemadam kebakaran?, yakni mengatasi percekcokan suami isteri, konfrontasi warisan, konkurensi antarwarga, juga perkara-masalah serupa, selain juga melayani upacara kematian, pesta dan lain-lain.

Peran desa pada mata rantai administrasi dan ?Pemadam kebakaran? Itu sudah berlangsung lama   secara turun-temurun. Para kepala desa & perangkat baru umumnya meneruskan norma yg diwariskan oleh para pendahulunya. Semua berjalan apa adanya, kurang bermakna, dan kurang inovatif. Lantaran itu sangat masuk akal jika timbul pertanyaan: apa hakekat desa & apa manfaat desa yang sejati buat rakyat? Di kembali pertanyaan ini sebenarnya menghadirkan somasi terhadap peran konvensional yang dijalankan sang desa: buat apa desa kalau hanya menjalankan tugas administratif dan pemadam kekabaran. Di kembali gugatan, sebenarnya jua terdapat harapan agar desa berperan & bermanfaat buat menciptakan ketahanan sosial, memberikan layanan dasar, menanggulangi kemiskinan, memperbaiki kualitas insan,? Dan menaikkan kesejahteraan masyarakat.

Desa bukan berarti tidak menyelenggarakan pembangunan. Namun pembangunan yg dilaksanakan desa selalu bias fisik: aspalisasi & semenisasi. Di desa bukan berarti sepi berdasarkan acara-program pemberdayaan yang dijalankan oleh pemerintah supra desa. Di desa ada PNPM Mandiri yang membentuk wahana fisik, PPIP yg membangun wahana fisik lagi, PAMSIMAS yang menciptakan sarana air higienis, Desa Siaga yg membentuk kesehatan rakyat dan lain-lain. Namun seluruh itu hanya pembangunan di desa (membangun desa), bukan pembangunan desa (desa menciptakan). Desa hanya sebagai lokasi proyek atau obyek penerima manfaat, & kepala desa desa hanya sebagai penonton meskipun dalam setiap proyek dia diposisikan menjadi fasilitator. Tetapi waktu proyek-proyek itu bermasalah atau tidak berbekas, dan kemudian masyarakat membicarakan komplain kepada kepala desa, maka sang kepala desa menjawab: itu bukan tanggungjawab saya.

UU Desa sangat sadar akan kelemahan tradisi berdesa dan desa yang kurang bermanfaat kepada rakyat. Lantaran itu UU Desa melakukan perubahan terhadap perspektif dan substansi pembangunan desa, yang tidak hanya berorientasi dalam pembangunan fisik, melainkan mengandung empat orientasi: pelayanan dasar, wahana & prasarana fisik, pengembangan potensi ekonomi lokal & pemanfaatan sumberdaya alam dan lingkungan secara berkelanjutan. Semua ini menyangkut dengan kebutuhan hidup warga  dan kepentingan masyarakat sehari-hari yg membutuhkan penanganan dan pelayanan secara dekat & cepat. Khusus mengenai pelayanan dasar, baik aspirasi para pihak juga UU Desa mengamanatkan bahwa desa nir hanya menaruh supply pelayanan administratif, namun juga mencakup kesehatan, pendidikan & infrastruktur dasar.

Pelayanan air higienis sang desa

Indonesia sebenarnya merupakan negara nomor  lima terbesar pada dunia pada ketersediaan air per kapita. Namun air itu belum dikelola secara optimal, & masih ada puluhan juta masyarakat yang nir sanggup mengakses air higienis. Perhitungan menggunakan memakai kriteria MDGs Indonesia buat air higienis & data menurut sensus tahun 2010, memperlihatkan bahwa negeri ini wajib  mencapai tambahan 56,8 juta orang menggunakan persediaan air higienis dalam tahun 2015. Pada tahun yg sama, dataBappenas menerangkan, proporsi tempat tinggal   tangga menggunakan akses terhadap air minum layak, baik diperkotaan juga pedesaan, hanya sebanyak 47,71%. Lantaran itu setidaknya? Indonesia wajib  mencapai tambahan 36,3 juta orang yg terlayani air bersih dalam tahun 2015.

Meskipun masyarakat kelas menengah ke atas sanggup menyediakan air bersih secara mandiri, tetapi pada dasarnya negara memiliki tanggungjawab menyediakan air bersih buat rakyat. Pemerintah daerah mempunyai kewenangan penyediaan air bersih, antara lain mengelola Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM). Sejauh ini sudah terdapat 402 PDAM pada kabupaten/kota berdasarkan kurang lebih 500-an kabupaten/kota pada seluruh Indonesia. Dari 402 perusahaan daerah air minum (PDAM), hanya 140-an yang berpredikat sehat dengan jangkauan pelayanan yang terbatas pada warga  perkotaan. Desa-desa pelosok hampir nir terjangkau oleh PDAM. Karena itu, pemerintah melalui Kementerian PU menggelar Program Penyediaan Air Bersih dan Sanitasi Berbasis Masyarakat (PAMSIMAS), buat menciptakan wahana air bersih & sanitasi yg secara langsung & dekat mampu melayani warga . PAMSIMAS I telah dilaksanakan di 6.263 desa pada 110 kabupaten/kota, 15 provinsi dan kemudian disusul PAMSIMAS II menambah lima.000 desa di sejumlah 124 kabupaten/kota. Rata-homogen setiap desa memperoleh Bantuan Langsung Masyarakat (BLM) sebesar Rp 275 juta.

Semua pihak berharap bahwa sarana air higienis warisan PAMSIMAS yg diberikan pada rakyat itu bertahan awet dan berkelanjutan. Namun kami jua sangsi, sebab pendekatan berbasis masyarakat ini mengabaikan tradisi berdesa yg cenderung meninggalkan pemerintah desa, sehingga kepemilikan desa atas sarana air bersih cenderung lemah. Jika proyek berdasarkan atas ini tidak diterima & tidak menyatu menggunakan sistem desa, maka sulit dipertanggungjawabkan, siapa pemilik otoritas dan akuntabilitasnya.

Karena itu penyediaan air higienis berbasis desa sanggup menjadi cara lain  atas pendekatan berbasis pemerintah (PDAM) & juga berbasis rakyat (PAMSIMAS). Meskipun penyediaan air bersih adalah wewenang pemerintah supradesa, namun pelayanan yang bersifat dan berskala lokal (menggunakan teknologi sederhana, sumur yang relatif kecil, dan jangkauan terbatas pada lingkup desa), telah ditetapkan oleh UU No. 6/2014 menjadi kewenangan desa. Di sis lain, meskipun PAMSIMAS menjamin berbasis warga , tetapi kebijakan, wewenang & pendanaan permanen dari menurut pemerintah. Ini merupakan model proyek imposisi pemerintah sentra yg menyelenggarakan kewenangan lokal berskala desa.

Penyediaan air bersih berbasis desa dalam dasarnya perencanaan, penganggaran, pelaksanaan, pengelolaan, pelayanan, & perawatan diselenggarakan sang desa. Dengan kalimat lain, pengadaan penyediaan air bersih dilembagakan pada RPJMDes, RKPDes dan APBDes yang diputuskan secara partisipatif dan kolektif oleh pemerintah desa bersama masyarakat. BUMDes air higienis (atau PAM Desa) menjadi keliru satu alternatif lembaga desa yg mengelola dan melayani air bersih buat rakyat.

Desa menggerakkan & melayani kesehatan

Masyarakat sudah semakin akrab menggunakan sebutan bidan desa, Poliklinik Bersalin Desa, Pos Kesehatan Desa & Posyandu. Semua itu adalah bentuk wahana prasana pelayanan kesehatan yang ada pada desa, meskipun selama ini otoritas dan akuntabilitas atas wahana prasarana kesehatan itu belum diletakkan pada tangan desa. Untuk memastikan otoritas dan akuntabilitas, UU Desa memandatkan bahwa Poliklinik Bersalin Desa, Pos Kesehatan Desa & Posyandu merupakan jenis wewenang lokal berskala desa pada sektor kesehatan. Desa juga berwenang mengangkat bidan desa atau perawat desa sinkron dengan kebutuhan rakyat & kemampuan keuangan desa, tentu menggunakan mengikuti persyaratan & mekanisme yg ditetapkan oleh rezim kesehatan. Meskipun Poliklinik Bersalin Desa, Pos Kesehatan Desa & Posyandu menjadi otoritas desa, namun nir sepenuhnya sebagai milik desa. Tetap ada pola ?Urusan bersama? Antara desa dengan supra desa buat mengelola 3 jenis institusi pelayanan kesehatan tersebut. Perencanaan, pengelolaan & pendanaan atas Poliklinik Bersalin Desa, Pos Kesehatan Desa & Posyandu merupakan kewenangan desa, sedangkan pembinaan teknis merupakan kewenangan dinas kesehatan.

Peningkatan kesehatan masyarakat tentu tidak relatif hanya dilihat menurut sisi kelembagaan itu. Kesehatan berbasis desa mengandung kewenangan, kebijakan, gerakan, kelembagaan, sumberdaya insan & pelayanan yang melibatkan aksi kolektif antara pemerintah desa & warga . Dari hari ke hari sudah banyak desa inovatif yang menaruh contoh mengenai sistem desa dan aksi kolektif melakukan konsolidasi dan institusionalisasi kewenangan, kebijakan, gerakan, kelembagaan, sumberdaya manusia & pelayanan pada bidang kesehatan. Kebijakan desa merupakan pintu masuk dan pengikat bersama pelayanan kesehatan. Desa merogoh inisiatif & keputusan Peraturan Desa tentang kesehatan yang Perdes tentang Kesehatan terutama mengatur tentang Dana Solidaritas Ibu Bersalin (Dasolin), Tabungan Ibu Bersalin (Tabulin), Kesehatan Ibu & Anak, Posyandu & Perilaku Hidup Bersih & Sehat (PHBS).

Sumber :? Materi Pembekalan Pendampingan Desa, 2015

Kami pula menjual dan mempunyai artikel yang lain:

Related Posts

Post a Comment

Subscribe Our Newsletter