Tema desa berdikari desa membangun ekonomi merupakan bagian berdasarkan model pembangunan yg digerakkan oleh desa (village driven development), khususnya pada sektor ekonomi. Sebagai seorang sarjana ekonomi Totok Daryanto, anggota Pansus RUU Desa, sangat gemar berbicara tentang desa menjadi aktor penggerak ekonomi lokal. Kepala desa bersama warga dapat memanfaatkan aset lokal juga melakukan konsolidasi lahan subsisten menjadi lahan produktif, dengan pola pertanian kolektif, peternakan kolektif atau hutan kolektif.
Contoh itu begitu sederhana, konkret & tidak terlalu sulit untuk dilakukan. Angka 1.000 pohon tentu masih sedikit, namun jikalau desa menginginkan jumlah yg lebih banyak/akbar, tentu relatif menambah jumlah bibit sengon yang akan ditanam. ?Kalau semua desa memanfaatkan lahan dan aset yang ada menggunakan aneka macam jenis? Komoditas, maka pendapatan desa dan rakyat akan meningkat dengan cepat?, demikian tutur Totok Daryanto. Gerakan ekonomi desa itu sanggup sedikit demi sedikit dan sembari belajar; mampu mulai dari penamaman pohon produktif, kemudian bisa berkembang ke pertanian kolektif dan kalau sudah canggih desa sanggup mengembangkan industri lokal. Dia selalu berbicara kasus ini & berharap dana desa yang akbar kedepan bisa dipakai buat membentuk ekonomi lokal, sebagai akibatnya beliau bermimpi bahwa urbanisasi atau migrasi orang desa sanggup ditekan.
Ilustrasi sederhana itu merupakan contoh konkret pembangunan yang digerakkan sang desa. Pertama, pemerintah desa, khususnya kepala desa mengambil prakarsa dan melakukan konsolidasi gerakan desa membentuk ekonomi. Kedua, pemerintah desa bersama rakyat melakukan aksi kolektif (kebersamaan) membentuk ekonomi lokal. Ketiga, kolektivitas itu memanfaatkan dan mengoptimalkan potensi aset lokal yang tersedia dan tentu layak jual. Keempat, pengambilan keputusan mengenai komoditas, kapital, prosedur, gerakan dan bagi hasil dilakukan melalui musyawarah desa. Kedepan, menggunakan dana desa yg lebih besar , bisa dipakai sebagai sumberdaya investasi bagi desa untuk membentuk ekonomi lokal.
Ekonomi lokal berbasis desa mampu digerakkan sang para borjuis lokal, & jua mampu digerakkan sang desa melalui Badan Usaha Milik Desa (BUMDesa). Menurut UU Desa, Badan Usaha Milik Desa, yang selanjutnya disebut BUM Desa, merupakan badan bisnis yg seluruh atau sebagian akbar modalnya dimiliki sang Desa melalui penyertaan secara langsung yang dari berdasarkan kekayaan Desa yang dipisahkan guna mengelola aset, jasa pelayanan, & usaha lainnya buat sebesar-besarnya kesejahteraan warga Desa.
Sesuai menggunakan Peraturan Menteri Desa No. 4/2015 BUMDesa mempunyai sejumlah karakteristik. Pertama, pembentukan BUMDesa bersifat kondisional, yakni membutuhkan sejumlah prayarat, yg menjadi dasar kelayakan pembentukan BUMDesa. Kedua, BUMDesa merupakan usaha desa yang bercirikan kepemilikan kolektif, bukan hanya dimiliki oleh pemerintah desa, bukan hanya dimiliki masyarakat, bukan juga hanya dimiliki oleh individu, melainkan menjadi milik pemerintah desa dan warga . Berbeda dengan koperasi yg dimiliki & bermanfaat hanya buat anggotanya, BUMDesa dimiliki dan dimanfaatkan baik oleh pemerintah desa dan masyarakat secara keseluruhan. Ketiga, prosedur pembentukan BUMDesa bersifat inklusif, deliberatif & partisipatoris. Artinya BUMDesa tidak cukup dibuat sang pemerintah desa, namun dibentuk melalui musyawarah desa yang melibatkan berbagai komponan masyarakat. Secara organisasional musyawarah desa jua dilembagakan menjadi institusi tertinggi dalam BUMDesa, seperti halnya kedap anggota dalam koperasi. Keempat, pengelolaan BUMDesa bersifat demokratis dan teknokratis. Dimensi teknokrasi terlihat pada bentuk pembagian kerja yang kentara,? Dimensi demokrasi tidak hanya terlihat pada komponen musyawarah desa (institusi demokrasi deliberatif) namun jua ditunjukkan pada komponen akuntabilitas. Pemisahan organisasi juga aset BUMDes dari pemerintah desa adalah komponen krusial buat menjaga akuntabilitas BUMDes.
Ada optimisme namun jua terdapat skeptisisme pada menyambut kehadiran BUMDes. Pandangan yg skeptis benar-benar risau melihat BUMDes. Kerisauan primer yang mengemuka adalah ketidakjelasan status aturan (legal standing) BUMDes. Ketika BUMDes nir memiliki sah standing yg kentara, maka bisnis desa ini nir sanggup menjadi subyek yg melakukan perbuatan hukum (contohnya meminjam uang di bank maupun kerjasama bisnis) buat mengakumulasi kapital. Menurut pandangan ini, jika tidak berstatus aturan, maka BUMDes selamanya akan kerdil & hanya berkiprah pada ranah lokal desa.
Pada ketika pembahasan RUU Desa terdapat harapan besar buat menjawab kerisauan hukum itu. Ada asa begitu BUMDesa lahir, dia berbadan hukum seperti koperasi. Namun UU Desa tidak berhasil menjawab harapan ini. UU Desa menegaskan bahwa BUMDesa sah namun tidak berbadan hukum, namun beliau sanggup memiliki unit-unit usaha berbadan hukum sinkron dengan peraturan perundang-undangan. Yang jelas, BUMDesa disiapkan menjadi institusi dan gerakan ekonomi berbasis desa.
Melampaui argumen-argumen hukum itu, kerisauan yg lain tertuju dalam keberlanjutan BUMDesa secara sosial & ekonomi. LPD pada Bali misalnya, adalah teladan baik bagi keberlanjutan sosial ekonomi bisnis desa. LPD sudah hadir menjadi ikon terkemuka bagi desa istiadat yg menyumbangkan kamakmuran buat krama desa. Karena itu LPD bukan sebagai asal kerisauan tentang keberlanjutan sosial ekonomi meskipun LPD tidak mempunyai legal standing yang jelas. Kerisauan kini terletak dalam keberlanjutan sosial ekonomi BUMDesa yg ketika ini tengah menjamur pada banyak sekali wilayah dan desa. Ada kerisauan: jangan-jangan BUMDesa akan meninggal suri dalam tahun-tahun mendatang seperti halnya BUUD maupun KUD yg dibangun secara seragam sang Orde Baru.
Dari hari ke hari tumbuh BUMDes menurut desa ke desa di banyak sekali daerah. Sebelum UU Desa lahir sudah terdapat 1.022 BUMDesa yang tercatat sang Kemendagri, meskipun belum diketahui secara kentara kinerja mereka. Sebagai gambaran generik terdapat sejumlah tipe BUMDesa yang sudah tumbuh di desa.
BUMDes Banking
BUMDes yang bertipe banking atau semacam lembaga keuangan mikro sebenarnya hadir paling awal sebelum hadir BUMDes tipe-tipe lain, bahkan sebelum istilah BUMDes itu sendiri lahir. Lembaga Perkreditan Desa (LPD) yang hadir pada desa istiadat di Bali adalah contoh village banking yg terkemuka.? Belakangan sejumlah? Kabupaten menciptakan BUMDes LKM secara gampang, sederhana dan serentak pada seluruh desa, menggunakan tujuan yang seragam: mengurangi jeratan warga rakyat berdasarkan rentenir sekaligus mempermudah akses kredit bagi warga rakyat terutama kaum miskin. Institusi? LKM yang prematur ini serupa dengan berbagai dana proyek dana bergulir yang dijalankan oleh pemerintah seperti SPP PNPM Mandiri.
BUMDes serving. Selain BUMDes banking, BUMDes serving mulai tumbuh secara inkremental di poly desa. Keterbatasan air higienis & ketidakmampuan sebagian akbar rakyat mengakses air higienis, mendorong poly desa mengelola dan melayani air bersih dengan wadah BUMDes atau PAMDesa.
Pengelolaan air bersih secara mandiri oleh desa melalui BUMDes itu sebenarnya adalah sebuah perubahan yg mengandung pelajaran berharga. Pemerintah, forum-forum internasional, LSM juga CSR perusahaan telah lama menciptakan sarana air higienis yang dekat dengan masyarakat pada poly loka.? Proyek PAMSIMAS, PNPM Mandiri Perdesaan juga proyek rekonstruksi pasca bencana jua membangun wahana air higienis di poly desa. Pasca proyek pihak pelaksana menyerahkan kepada masyarakat setempat supaya dirawat dan dikelola secara berkelanjutan. Namun dari pengamatan kami di aneka macam loka nir sedikit wahana air bersih yang dihibahkan ke masyarakat itu terbengkelai dan nir berfungsi. Mengapa? Sebagian karena memakai perangkat yg mahal sehingga tidak mampu dikelola secara berdikari & berkelanjutan sang rakyat setempat. Namun penyebab paling akbar adalah ketiadaan otoritas dan tatakelola pada kelompok warga yg mengelola wahana air bersih.
Lantaran itu pengelolaan air bersih oleh BUMDes adalah cara baru, sebuah bentuk perubahan pengelolaan berdasarkan warga yang anonim kepada desa. Kehadiran BUMDes itu melahirkan otoritas & tatakelola air bersih yg digerakkan oleh desa. Kisah ini pula memberikan petunjuk bahwa pengelolaan & pelayanan air bersih buat warga setempat lebih sempurna dilembagakan menjadi kewenangan lokal berskala desa yang diatur & diurus secara berdikari oleh desa.
BUMDes brokering & renting
Sebelum ada BUMDes sebenarnya telah ada poly desa yang menjalakan bisnis desa dalam bentuk jasa pelayanan atau jasa mediator seperti pelayanan pembayaran listrik, penyewaan perkakas tempat tinggal tangga, gedung serba guna, traktor, & juga pasar desa. Ini merupakan bisnis sederhana, bahkan bisa melakukan monopoli, dengan captive market yang kentara meskipun hanya beroperasi di dalam desa sendiri. Namun dalam banyak perkara penyewaan traktor pula menjadi bentuk proteksi desa terhadap petani. Di kala trend tanam, permintaan akan traktor pasti tinggi, menggunakan harga sewa tinggi yg dimainkan oleh partikelir. Dalam syarat ini desa hadir menyewakan traktor kepada petani dengan harga yang sangat terjangkau, bahkan sanggup dibayar sehabis panen.
Kecenderungan potret umum & kinerja BUMDes
TipeJenis usahaTujuan & sifatKinerjaManfaatServingAir bersihMemberikan social benefit, tidak economic profit meskipun memperoleh keuntungan. Ini bisnis sosial yg sederhana & tidak terlalu rumitLancar & sehat. Didukung dengan antusias oleh rakyat. Pasar tidak menjadi dilema, namun acapkali terkendala problem teknis & manajerial.????????? Memberi layanan dasar kepada warga , terutama kaum miskin & wanita.????????? Pendapatan desa????????? Meningkatkan kualitas kesehatanBankingSimpan pinjamMemberi kredit mini yang lunak & gampang pada warga . Umumnya dibuat secara serentak & seragam sang pemerintah.Sebagian mini yang berkembang dan sukses, sebagian besar mati suri (rol tikar).????????? Akses kredit/pinjam yang mudah.????????? Mengurangi jerat rentenir????????? Namun manfaat itu hilang jika BUMDes rol tikarBrokering
Post a Comment
Post a Comment